REVOLUSI MORAL 2021

 


Revolusi Moral
خَلَقَ اْلاِنْسَانَ مِنْ عَلَق 
       Yang menciptakan manusia dari segumpal darah
Wujud dan hidup kita manusia sama sama diciptakan Allah SWT dari sperma ayah dan ibu yang menyatu menjadi gumpalan darah dan menggantung dirahim ibu, dan tidak diciptakan dari emas atau intan permata yang indah dan mahal harganya. Diantara kita manusia terkadang tidak sadar dan lupa pada asal muasal diciptakannya. Mereka ada yang selalu membanggakan dan menonjolkan nasab suku dan bangsanya, sehingga terjebak meremehkan dan menghina yang lain sesama manusia. Bahkan ada sampai lupa pada dirinya sendiri sehingga berkata dalam hatinya pada orang lain: Siapa saya? Dan bahkan ada sampai ter-ucapkan dilisan. Bagai mana dapat mengenal dan menghargai kepada orang lain ketika belum bisa mengenal dan menyadari jati-dirinya sendiri yang jelas nyata dan kelihatan. Apa lagi mengenal pada Tuhan yang menciptakan dan wajib diagungkan. Dalam Firman Allah ayat 1 surat Al-Alaq dengan ayat 2 sangat berkaitan: Manusia dapat mengenal kepada Allah SWT ketika sudah membaca dan memahami nama sifat dan pekerjaan Nya. Dan mereka dapat mengagungkan Allah SWT ketika mereka sudah dapat mengenal dirinya sendiri dan merasa hina dihadapan-Nya. Manusia tidak dapat mengagungkan kepada Allah SWT ketika mereka masih menyombongkan pada dirinya sendiri.
Langkah pertama untuk bisa menyadari jati diri manusia harus mau merendahkan hati (tawadhu’) dan siap dengan tidak menargetkan harga tinggi dirinya dihadapan sesama manusia, sombong pada kedua orang tuanya, apa lagi pada Tuhannya. Manusia tidak akan mampu hatinya mengagungkan kepada Tuhannya ketika hatinya ada sifat sombong. Tumbuhnya hati mengagungkan karena adanya hati yang merendah. Sedangkan perintah Allah dalam S Al- Alaq yang pertama adalah manusia diwajibkan mengenal Tuhan dengan membaca nama-nama, sifat-sifat dan af’al-Nya agar kenal dan bisa mengagungkan kepada-Nya. Dan peringatan kedua agar manusia mengerti jati dirinya yang hina dan banyak dosa yang mengotorinya, sehingga manusia dapat merasa rendah hati dan sadar. Manusia hidup pasti memerlukan kebersihan diri.
Anjuran syariah supaya manusia senantiasa berada dalam keadaan bersih suci, baik secara lahir maupun batin. Kita hendaknya sadar akan kotoran dalam jiwa atau batin. Dan kotoran itu adalah dosa, sifat tercela dan kesalahan kita sendiri. Cara menyucikannya dengan taubat nasuha dengan sebenarnya taubat. Minimal minta ampun dengan membaca istighfar 70 kali atau sayidul-istighfar dan shalat sunnah awwaabin setelah shalat maghrib.
Perlu difahami bahwa manusia ini bukanlah dijadikan Allah hanya untuk senda gurau atau "sia-sia" . Tetapi mereka dijadikan oleh Allah SWT dengan 'Ajaib sekali dan untuk tujuan yang besar dan mulia.  Meskipun tubuhnya kecil dan berasal dari tanah bumi, namun Ruh atau nyawa adalah tinggi dan berasal dari sesuatu yang bersifat Ketuhanan. Apabila hawa nafsunya di bersihkan sebersih-bersihnya, maka ia akan mencapai taraf yang paling mulia diantara makhluq yang lainMereka tidak lagi menjadi hamba kepada hawa nafsunya sendiri yang rendah. Mereka akan lebih mulia mempunyai sifat-sifat diatas Malaikat.
Maka dari itu S Al-Alaq dengan ayat kedua sangat berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Jadi rendah hati dengan menyadari jati diri itu adalah kunci ma’rifah kenal pada Allah SWT sehingga mereka bisa mengagungkanNya. Sebagai manusia kita perlu memahami jati diri asal muasal kenyataan (Haqiqoh) tercipta dari sesuatu yang hina yaitu segumpal darah yang dikandung oleh ibu dengan beban yang sangat berat menanggungnya dan tidak ketinggalan bapakpun ikut merasakan dampak akibatnya.
Dalam perkembangannya, manusia mengalami beberapa tahapan dan perkembagan fisik maupun pemikiran dengan proses yang rumit dan panjang. Allah SWT berfirman dalam Al Quran:
وَلَقَدْخَلَقْنَا اْلاِنْسَانَ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ طِيْنٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فيِ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا اْلعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا المُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا العِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَاءْنَاهُ خَلْقًااَخَرَ فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ اْلخَالِقِيْنَ.
Artinya: Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan manusia itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Berkahlah Allah, Pencipta yang paling baik. ( QS. Al- Mu’minun. 14 ).
Oleh sebab itu didalam ajaran agama Islam kita diajarkan agar kita tidak boleh lupa atas jasa orang tua ibu bapak yang telah menjaga, merawat, mengawasi dan mendidik kita mulai dari segumpal darah hingga wujud menjadi manusia sempurna. Kita wajib berbuat baik pada beliau beliau seperti halnya yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam firmannya :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا اِلاَّ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ اْلكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا اُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا.
Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada Ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliha raanmu, maka sekali-kali janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka  perkataan yang mulia. (QS. Al-Isro’Ayat: 23).
Ayat di atas ini juga melarang berperilaku yang tak pantas apa lagi berbuat kasar atau membentak bentak terhadap kedua orang tua, hendaknya berbudi mulia menjadi anak. Walaupun seandainya kedua orang tua itu salah atau kurang memahami ajaran Islam. Kita harus hati hati dan berfikir, memang sudah benarkah kalau ibu atau bapak itu salah? Seandainya kalau memang sudah jelas salah, seyogyanya diingatkan dengan peringatan yang halus dan baik dan selalu memintakan ampunan dan petunjuk kepada Allah SWT.
Tidak ada hal yang melebihi diri sendiri. Jika tidak kenal diri sendiri, bagaimana bisa mengetahui hal-hal yang lain. Sebagian dari pada sifat-sifat manusia adalah bercorak kebinatangan. Sebagian pula bersifat Iblis dan sebagian pula bersifat Malaikat. kita hendaklah tahu sifat yang mana perlu ada, dan yang tidak perlu ada. Jika kita tidak tahu, maka tidaklah kita tahu dimana letaknya kebahagiaan itu. Kerja binatang ialah makan, tidur dan berkelahi. Jika kita hendak jadi binatang, berbuatlah seperti itu saja. Iblis dan syaitan itu sibuk hendak menyesatkan manusia, pandai menipu dan berpura-pura. Kalau hendak seperti iblis itu, lakukan sebagaimana kerja mereka itu. Malaikat sibuk dengan memikir dan memandang Keindahan Ilahi. Mereka bebas dari sifat-sifat kebinatangan. Jika ingin bersifat seperti sifat KeMalaikatan, maka berusahalah menuju asal muasal itu agar dapat mengenali dan menuju pada Allah Yang Maha Tinggi dan bebas dari belenggu hawa nafsu. 
Namun setelah kita amati dan kita rasakan kenyataan kita semakin tambah hari, tambah bulan, tambah tahun dan tambah umur bukannya kita tambah bersih, suci (resik) melainkan kita tambah kotor dengan nafsu dan dosa. Merasa hina kenyataan jati diri yang berlumuran dosaakan membuat diri bersikap santun pada sesama, lebih-lebih terhadap kedua orang tua. Mohon ampun dan memohonkan ampunan kepada Allah untuk kedua orang tua adalah suatu bagian perwujudan kita mengerti keberadaan kita yang lahir ke dunia atas jerih payah orang tua yang ikhlas memelihara dan memberikan kasih sayangnya pada kita. Kesadaran tersebut berarti masuk pada memperhatikan peringatan Allah SWT dalam surah Al-Alaq yang artinya: Dia telah menjadikan manusia dari segumpal darah (di kandungan ibu)
Proses penciptaan manusia yang teramat rumit untuk dicermati  dengan akal manusia sesungguhnya menandakan bahwa hanya dengan kebesaran kekuasaan Allah SWT manusia akan bisa lahir kebumi. Untuk menambah menyadarkan kenyataan keadaan hakikat kita maka penting memperhatikan lagi firman Allah SWT:
وَفيِ اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَتُبْصِرُونَ وَفيِ السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَاتُوعَدُونَ
Artinya: Dan di dalam dirimu apakah engkau tidak memperhatikan ? Dan dilangit (ada ketetapan) rizqimu dan sesuatu yang dijanjikan kepadamu (QS. Ad-Dzariyat 22-23).
Ayat di atas mengingatkan agar memperhatikan apa yang ada dalam diri kita, sesuatu yang paling penting dan berperan dalam diri hidup, yaitu nafas. Kita bisa bernafas dengan baik dan nikmat apa bila hidung berlubang dapat menghirup udara oksigen dengan gratis tanpa membayar, sedang kalau dirumah sakit oksigen itu cukup mahal harganya. Dan betapa nikmatnya lagi kalau kita mau memperhatikan dan merasakan nafas yang sudah diatur iramanya oleh Allah SWT, seandainya kita selalu mengikutinya. Dan kita akan merasakan kurang nyaman kalau  nafas ini ditahan perlahan-lahan atau dipercepat dengan tidak sesuai pada irama ketentuan Allah, apa lagi dihentikan. Irama nafas manusia adalah hukum qudroti Allah yang harus diikuti.
Wujud nafas dihidung itu karena adanya peran dorongan paru-paru ciptaan Allah SWT. Paru-paru bergerak karena adanya dorongan jantung. Jantung bergerak karena adanya dorongan dari darah. Darah bergerak dan berfungsi karena ada roh, tanpa ada roh yang menyatu dengan jasad maka organ manusia tidak bisa berfungsi, berarti manusia mati. Dan yang menyatukan dan memisahkan jasad dengan roh itu adalah Allah SWT.
Banyak manusia yang tidak sadar bahkan lupa pada dirinya sendiri, mereka wujud diwujudkan, hidup dihidupkan, bernafas sudah ada yang mengatur irama nafasnya, manusia hidup hanya tinggal mengalir mengikutinya.
Coba kita berhenti sejenak dahulu membaca buku ini, buktikan dan amati nafas yang keluar masuk dihidung 1 - 3 menit saja, ikuti iramanya dan rasakan kemudian syukuri!. Pasti kita akan menemukan rasa nikmatnya bernafas yang berarti rasa itu nikmatnya hidup yang dihidupkan Allah yang maha Kasih dan Sayang.
Bismillah Subhanallah Alhamdulillah, sungguh benar Allah Maha Kasih Sayang pada manusia. Mau bersyukur pada nikmat Allah tidah usah menunggu dapat makan makanan yang lezat, bisa naik mubil yang mewah, bertempat tinggal dirumah mewah dan menunggu mempunyai uang banyak.     
Maka Nabi saw pernah bersabda: "Allah itu sayang kepada hamba hambanya melebihi dari sayang seorang ibu kepada anaknya". Demikianlah Allah SWT terhadap manusia makhluk yang dijadikan-Nya, manusia bisa tahu tentang wujud Allah, dari keajaiban tubuhnya, ia dapat tahu tentang Kekuasaan Kasih Sayangnya dan Kebijaksanaan  Allah dan dari kurnia nikmat Allah yang tidak terbatas itu, nampaklah Cinta Allah SWT kepada hamba-Nya.
Apakah tidak disadari bahwa Allah SWT itu sangat pemurah dengan memberi pada kita oksigen dengan gratis? maukah kita bersyukur? Dan belum lagi pemberian yang lain, seperti lidah yang bisa merasakan nikmatnya gurih, manis, asin, pedas dan lain lain dengan peralatan komponen yang lebih canggih dari pada robot yang canggih. Apalagi jika menghitung pemberian nikmat yang di berikan oleh Allah SWT rizki, setiap hari masih bisa makan dan minum dll, sungguh sukar kita menghitungnya. Allah SWT sudah berfirman :
وَاِنْ تَعُدُّوْانِعْمَتَ اللهِ لاَتُحْصُواهَااِنَّ اْلاِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ. سورة ابراهيم. اية .34
Artinya: Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Dan sesungguhnya manusia itu sangat dzolim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).
Bagaimanakah seandainya Allah SWT mulai mengurangi atau mangambil nikmat dengan datangnya rasa sakit ?  Rumah, kendaraan, istri, makanan dan minuman mulai tidak bisa dinikmati dengan maksimal. Bisakah manusia  menghalangi pada kehenda-Nya? Jelas ini tidak akan bisa dihalang. Allah SWT yang Menciptakan, yang Berkuasa dan Berkehendak apa saja. Kita manusia lemah tidak kuasa apa apa, hina penuh noda dan dosa. Kita hanya diperintah ikhtiar memilih usaha dan menjalaninya. Tidaklah pantas bagi kita manusia yang melupakan pada nikmat-Nya, tidak bersyukur dan ingkar sombong hidup di dunia sesama makhluq dan kedua orang tua, apa lagi kepada Tuhannya, tidak mau memohon ampunan-Nya dan bertaubat kepada-Nya.
Bertaubat tidak usah menunggu sakit atau datangnya usia tua dan menunggu mampu memenuhi persyaratan taubat yang seharusnya lengkapi 
Ada beberapa orang yang tidak mau taubat dan takut bertaubat karena merasa usianya masih muda dan belum bisa memenuhi persyaratan taubat. Hendaknya kita melakukan taubat itu secara jujur saja dengan kemampuan apa adanya dahulu, nanti lama kelamaan tidak terasa akan menjadi taubat nasuha. Hal tersebut lebih baik kita lakukan dari pada mengaku akan bertaubat nasuha dengan menunggu datangnya usia tua. Yang demikian itu lebih beresiko dikemudian hari karena umur tidak dapat ditebakSebab ibarat orang mempunyai hutang yang banyak tidak mau mencicilnya. Sebenarnya lebih baik mencicil dengan apa adanya dari pada membohongi atau tidak mencicil sama sekali, yang penting mempunyai tekad yang baik dan berusaha melunasi. Derektor Bank pada nasabahnya yang punya hutang banyak, ketika ia jujur mau mencicil apa adanya dan beriktikat baik ia masih diterima, apa lagi Allah SWT Dzat yang Maha Kasih Sayang Maha Mengetahui pada hambaNya yang masih lemah taubatnya dan Dia Dzat yang Menolong hambaNya yang masih lemah.
Dengan menyadari kenyataan jati diri hakikat yang hina penuh noda dan dosa disertai membaca istighfar bertaubat, memohon ampunan pada Allah SWT dan memohonkan ampunan pada kedua orang tua serta berbuat baik bersyukur padanya itu bisa menjadi obat pencuci hati. Hati yang bersih menurut Ibnul Qayyim merupakan cerminan baiknya akhlaq dan moral dan orang tersebut akan mampu menangkap keberadaan Allah SWT dan pesan-pesan kebaikan dari Rasul-Nya serta akan dapat memberikan energy positif yang baru bagi orang lalai.
Rasulullah saw pernah mengajarkan do’a kepada kita umatnya membaca sayidul-istighfar dan bacaan itu merupakan proses awal revolusi moral yang seharusnya dilakukan oleh semua umat manusia, untuk lebih dapat menyadari Haqiqah, kenyataan jati dirinya yang hina lemah dan banyak dosa, sehingga dapat menjadi alat pencuci hati yang kotor karena dosa dan sifat tercela. Ketika sudah rendah hati dan hatinya bersih maka wujudlah moral sila ke.2: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dan tidak akan muncul lagi moral warga, wakil dan pejabat yang tidak adil, sombong dan biadab dzalim terhadap sesama manusia. Ketika manusia sudah ma’rifah kenal pada keagungan nama dan sifat dan pekerjaan Allah SWT kemudian merasa rendah hati dan menyadari kenyataan jati diri Haqiqah yang hina, maka tertancaplah Tauhid, menyatukan Allah SWT. Kemudian ketika mereka sudah mampu menyatukan antara Ketuhanan dan pri Kemanusiaan, maka mereka tidak akan menemui kesulitan lagi didalam mewujudkan harapan sesepuh, Ulama’ dan pejuang pendiri bangsa, yaitu sila ketiga: Persatuan Indonesia. Selanjutnya tidak muncul lagi isu sara dan PKI Persatuan Koruptor Indonesia yang merusak sendi sendi bangsa dan persatuan. Bangsa besar yang mempunyai sumber alam yang sangat banyak, warga negaranya beraneka ragam suku, budaya, bahasa dll

Komentar